Kita Tidak Satu
Kau benar terlambat, Tuhan memang belum mengizinkan kita untuk bersama.
Sebagian pesan memang hadir untuk kau baca, sadarlah kalau semua yang kita perlukan adalah komunikasi, bukan siapa yang membutuhkan lalu siapa yang mencari.
Mungkin aku banyak terlalu mencari keberadaanmu yang seakan kau banyak menyibukan apa yang kau mau disana. Lihatlah siapa yang menunggumu disini dan cobalah kau pahami arti dari orang yang selama ini pernah menitikan air matanya karena terlalu banyak merisaukan dirimu. Kau tak seperti hari-hari biasa, aku yang terlalu banyak berfikir yang macam-macam dan kau bosan dengan kehadiranku disini.
Setidaknya aku butuh lima menit untuk kau dengarkan apa yang ingin aku ceritakan, sebelum lima menit itu hadir sendirinya pada orang lain. Sejujurnya, aku merisaukan kehadiran orang lain yang kusimpan tanpa sepengetahuanmu, tak ada yang salah dalam situasi seperti ini. Hanya kita butuh dua pengertian yang seharusnya sama, kali ini kita berbeda hanya untuk bisa mendengarkan alasan yang semestinya kau terima, kau pahami, lalu kita saling mencintai(lagi). Dan… Semua itu sirna ketika kita sudah egois, tak dapat menerima alasan aku yang seharusnya kau dengarkan dan kau yang seharusnya menerima, kali ini kau dan aku yang tak dapat menerima dan mendengarkan. Kali inipun yang mendengarkan adalah orang lain yang menerima juga orang lain, kehadiran orang lain yang dapat aku terima lalu dia mendengarkan dan menunggu kita sebagai orang lain. Hingga dia bisa menerima aku sebagai miliknya. Jelas semua terdengar rumit, sangat rumit. Hanya karena lima menit kita bisa membuang pengorbanan yang kita bangun selama bertahun-tahun.
Semua membuat kita tak mampu untuk mempertahankan bukan? Kau tetap menjadi dirimu yang saat ini dengan pemahaman cinta yang berbeda, dan aku ada dalam posisi menerima "sebaiknya aku menerima siapa yang lebih memahami aku saat ini dengan menerima orang lain, yang lebih peduli darimu" Seolah kita tak percaya dengan mimpi-mimpi yang perlahan kita bangun, manisnya sebuah janji, hubungan yang kita lalui beberapa tahun kebelakang. Aku lupa rincinya, yang jelas mimpi itu akan terus kita gantungkan, dulu, sebagai alat bagaimana sebaiknya agar kita bisa berdamai setelah pertengkaran hebat. Namun sekarang semuanya sudah kita lalui sebagai pengalaman manis menjadi pahit.
Kau terlambat dengan apa yang seharusnya kau lakukan “Maaf, mungkin aku terlalu sibuk dengan apa yang aku bangun dengan diriku dan menyingkirkan keberadaanmu” pesan itu kuterima saat aku benar-benar memaafkan hatiku yang kau buat kecewa; mimpi, harapan, janji dan kehidupan yang kita rencanakan sudah berlalu sebagai abu. Sudah terbakar, sudah menjadi abu, dan sudah hilang tertiup angin. Tak perlu lagi mencari masa depan yang sudah kita buang, tak perlu lagi mencari kehidupan yang pernah dikecewakan, tak perlu lagi mengharapkan sesuatu yang membuat kita pernah menangis dan tak akan menjadi satu lagi. Kenyataannya, kau memang terlambat sadar dan menjadikan kita satu.
Dan lagu itu terputar, perlahan aku amati lirik perliriknya, hati semakin berdegup kencang karena lagu ini benar-benar menyadarkan… Ternyata kau tak salah. Waktu memang tak salah. Hanya kita yang menjadikan kesalahan itu sebagai acuan ternyata aku dan kamu benar tak bisa bersama. Cintamu memang tak dapat kumiliki. Masih adakahku di hatimu?
Untitled – Maliq & D’essentials.