Selasa, 14 Oktober 2014

Kesempatan ke 2 emang selalu ada, semua orang berhak. Tapi, gak bisa balik kaya semula kan? Gak pasti bikin lebih baik kan? Itulah alasannya kenapa saya malas!

Kalau ada bahagia yang lebih indah dan jauh lebih baik lagi, kenapa musti ngulangin cerita yang sama?

Pokoknya inget ini!!
Kalau kalian putus karena pasangan kalian selingkuh.
Lalu, tiba tiba dia minta balikkan. Itu bukan berarti dia masih cinta.
Tapi, itu karena selingkuhannya gak lebih baik dari kalian😊

Senin, 22 September 2014

Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa lebih berarti?
Seakan-akan aku tak pernah peduli
Seakan-akan aku tak mau tau
Seakan-akan aku tak memiliki rasa perhatian

Bagiku, sudah cukup seperti ini
Cukup aku dan kamu
Tanpa kita

Senin, 11 Agustus 2014

Hay tuan egois

Aku muak dengan semua kelakuanmu. Aku jengah dengan pola pikirmu. Aku lelah dengan caramu memperlakukanku. Aku jera dengan tutur kata dan caramu membentakku. Aku menyerah pada caramu menghakimi semua kesalahanku.

Kau pikir kau pengendali hidupku? Kau pikir kau pemilik jalan hidupku? Hingga begitu mudahnya kau mengatur pola pikirku, hingga begitu saja kamu ubah keputusanku. Hey, Tuan Egois! Kamu selalu menjadikanku kelinci percobaanmu, kamu ubah diriku seperti yang kau mau, karena kamu hanya mencintai perubahanku bukan aku yang apa adanya!

Kau sudutkan aku dalam dimensi penuh aturan mainmu, di mana kamulah yang jadi pemeran utama, di mana kamulah yang jadi aktor utama. Sementara aku hanya pemeran pembantu, yang tak kaubiarkan untuk berkembang, yang selalu kauatur sesuai keinginanmu. Hey, Tuan Egois! Aku bukan binatang peliharaanmu, yang tetap setia tanpa alasan yang tak jelas!

Apakah aku mainan kesayanganmu? Hingga selalu kausalahkan aku ketika aku kadang mengecewakanmu. Hingga kau sudutkan aku ketika aku tak mampu menjadi seperti yang kaumau? Apakah aku boneka terindah milikmu? Yang bisa kau gerakkan seenak jidatmu, yang bisa kau mainkan sesuka hatimu. Kaupikir hatiku terbuat dari baja? Kaupikir otakku terbuat dari besi? Hingga kau memercayai bahwa aku tak mampu merasakan sakit sama sekali!

Kauselalu membandingkan aku pada semua wanita yang mengelilingi kamu. Hey, Tuan Egois! Kenapa kautak memilih mereka saja sebagai boneka barumu? Kenapa kautak memilih mereka yang lebih konsisten daripada aku yang selalu kau anggap salah di matamu? Di mana otakmu, Tuan Egois? Otak yang selalu kau agungkan ketika aku selalu kau salahkan!

Kau selalu ingin diutamakan. Kau selalu menganggap pernyataanmu benar. Tuan Egois, dengarlah! Tak semua hal yang menurutmu persepsimu baik juga akan baik dalam persepsi orang lain. Tuan Egois, kamu kelewat egois! Kau memutarkan fakta, kau belokkan realita, untuk menjadikanku sebagai tersangka utama! Sedangkan dunia tak melihatku sebagai korban! Kaukah itu, Tuan Egois? Orang yang pertama kali kukenal dengan begitu manis.

Siapakah aku di matamu? Apakah aku hanya benalu yang menghalangi pertumbuhanmu? Apakah aku hanya batu sandungan yang menjungkalkan langkahmu? Kapan kau menganggapku sebagai anjing setia yang mencintaimu walau dalam keadaan terburukmu sekalipun? Kapan kau menghargai usahaku? Kapan kau menatap mataku dalam-dalam dan berkata “Aku mencintaimu begitu juga kekuranganmu”? Tapi, ternyata aku bukan siapa-siapa di matamu, aku tak pernah ada saat kau melihat dunia. Aku selalu kau lupakan. Aku hanyalah sepi yang merindukan suasana hangat tapi kehangatan itu tak kudapatkan darimu.

Aku lelah mengikuti aturan mainmu, Tuan Egois. Aku kalah dan lelah. Aku jengah dan menyerah. Jatuh cintalah pada wanita yang mau kauatur jalan hidupnya. Jatuh cintalah pada wanita yang mau kaujadikan boneka kesayangamu. Jatuh cintalah pada wanita tolol yang menurutmu jauh lebih konsisten daripada aku. Kautak pernah sadar bahwa wanita-wanita seperti itulah yang suatu saat akan membuatmu mengemis perhatian.

Akan ada saatnya kau menangisi kepergianku

Akan ada saatnya kau menyesal telah menyia-nyiakan aku

Akan ada saatnya…

Jumat, 25 Juli 2014

“Saya bukan "robot", saya tahu rasa sakit itu seperti apa, saya juga tahu rasanya diabaikan itu seperti apa”

Ini tentang perasaan saya kepada seseorang. Dia (mungkin) mengira saya adalah "robot" yang tidak memiliki perasaan dan tidak dapat merasakan sakit, sehingga dia bisa mengabaikan saya sesering yang dia suka. Saya selalu memberi perhatian terbaik yang bisa saya berikan, sesering mungkin saya mengingatkan dia agar tidak telat makan, dan sesabar mungkin saya mendengar semua cerita dan permasalahannya. Sayangnya, usaha terbaik saya lebih sering mendapat pengabaian, kadang dia merespon tapi respon itu tidak dia berikan dengan sungguh-sungguh. Respon itu malah terlihat seperti penghiburaan untuk seorang "robot" yang telah kelelahan dan kebingungan.

2 tahun terakhir ini, saya tidak mengerti, apakah semua yang saya lakukan untuk dia adalah hal yang sia-sia atau tidak? Saya tidak mengerti, apakah benih baik yang saya tabur telah siap menuai kebaikan yang saya harapkan atau tidak menghasilkan sama sekali.

Memang saya labil dan tidak cerdas secara emosi. Saya pernah mencoba berkali-kali untuk melupakan dia, sayangnya hal itu tidak dapat dilakukan secara instan. Status ini menyesakan, saya berada dalam posisi yang lebih sering diabaikan. Apakah yang saya lakukan selama ini adalah rencana pembahagiaan atau sesuatu yang berpeluang membuat saya kesakitan? Dia berkata sayang dan kangen, tapi kenyataannya dia selalu menggantungkan perasaan saya hingga saya merasa lelah. Dia berkata sayang dan kangen, tapi kenyataannya dia tidak pernah membuktikan sayang dan kangen itu melalui tindakannya yang cenderung sangat amat cuek. Dia berkata maaf, tapi kenyataannya dia mengulang kesalahan yang sama, lagi dan lagi. Bahkan, saat saya menunjukan sikap lelah untuk berharap, dia belum tentu peduli dan memikirkan perasaan saya. Komunikasi yang tercipta satu arah. Dia tak kunjung memberi kejelasan. Saya benci diabaikan.

Kalau benci diabaikan, lalu kenapa saya tetap bertahan saat saya perhatian tapi dia tidak? Kenapa saya bertahan saat saya merasa kangen tapi dia tidak? Kenapa saya bertahan dianggap “robot”? Kenapa saya bertahan diabaikan? Bahkan semua wanita normal pun tidak ingin mengalami hal seperti ini, tapi kenapa saya bertahan?

Kamu memang pernah membajak otak saya. Disetiap selnya berisi KAMU. Saya sering menulis tentang kamu, memikirkan kamu dan merindukan kamu. Tapi, saya pun juga harus memikirkan, apakah saya merasa bahagia saat menyayangi dan memberi perhatian kepada kamu dengan tulus? Saya percaya, cinta itu harusnya mengobati bukan melukai. Saya lelah, kebingungan. Kamu tidak kunjung memberikan tanda. Saya bukan "robot", saya tahu rasa sakit itu seperti apa, saya juga tahu rasanya diabaikan itu seperti apa.

2 tahun terakhir, kamu yang terbaik. 2 tahun terakhir, cuma kamu yang dapat menyakiti saya dan cuma kamu yang bisa jadi obatnya. 2 tahun, terakhir ...

Minggu, 25 Mei 2014

Dia yang berjanji lalu kamu yang percaya, dia mengkhianati lalu kamu masih tetap percaya? memaafkan? sedikit bodoh.

Lalu dia mati-matian membuatmu percaya lagi, saat dia sudah mendapatkanya, dia asik memainkannya kembali. Ternyata dia yang paling bodoh.

Senin, 14 April 2014

Kita Tidak (Lagi) Satu

Kita Tidak Satu
Kau benar terlambat, Tuhan memang belum mengizinkan kita untuk bersama. 

Sebagian pesan memang hadir untuk kau baca, sadarlah kalau semua yang kita perlukan adalah komunikasi, bukan siapa yang membutuhkan lalu siapa yang mencari. 

Mungkin aku banyak terlalu mencari keberadaanmu yang seakan kau banyak menyibukan apa yang kau mau disana. Lihatlah siapa yang menunggumu disini dan cobalah kau pahami arti dari orang yang selama ini pernah menitikan air matanya karena terlalu banyak merisaukan dirimu. Kau tak seperti hari-hari biasa, aku yang terlalu banyak berfikir yang macam-macam dan kau bosan dengan kehadiranku disini. 

Setidaknya aku butuh lima menit untuk kau dengarkan apa yang ingin aku ceritakan, sebelum lima menit itu hadir sendirinya pada orang lain. Sejujurnya, aku merisaukan kehadiran orang lain yang kusimpan tanpa sepengetahuanmu, tak ada yang salah dalam situasi seperti ini. Hanya kita butuh dua pengertian yang seharusnya sama, kali ini kita berbeda hanya untuk bisa mendengarkan alasan yang semestinya kau terima, kau pahami, lalu kita saling mencintai(lagi). Dan… Semua itu sirna ketika kita sudah egois, tak dapat menerima alasan aku yang seharusnya kau dengarkan dan kau yang seharusnya menerima, kali ini kau dan aku yang tak dapat menerima dan mendengarkan. Kali inipun yang mendengarkan adalah orang lain yang menerima juga orang lain, kehadiran orang lain yang dapat aku terima lalu dia mendengarkan dan menunggu kita sebagai orang lain. Hingga dia bisa menerima aku sebagai miliknya. Jelas semua terdengar rumit, sangat rumit. Hanya karena lima menit kita bisa membuang pengorbanan yang kita bangun selama bertahun-tahun.

Semua membuat kita tak mampu untuk mempertahankan bukan? Kau tetap menjadi dirimu yang saat ini dengan pemahaman cinta yang berbeda, dan aku ada dalam posisi menerima "sebaiknya aku menerima siapa yang lebih memahami aku saat ini dengan menerima orang lain, yang lebih peduli darimu" Seolah kita tak percaya dengan mimpi-mimpi yang perlahan kita bangun, manisnya sebuah janji, hubungan yang kita lalui beberapa tahun kebelakang. Aku lupa rincinya, yang jelas mimpi itu akan terus kita gantungkan, dulu, sebagai alat bagaimana sebaiknya agar kita  bisa berdamai setelah pertengkaran hebat. Namun sekarang semuanya sudah kita lalui sebagai pengalaman manis menjadi pahit. 

Kau terlambat dengan apa yang seharusnya kau lakukan “Maaf, mungkin aku terlalu sibuk dengan apa yang aku bangun dengan diriku dan menyingkirkan keberadaanmu” pesan itu kuterima saat aku benar-benar memaafkan hatiku yang kau buat kecewa; mimpi, harapan, janji dan kehidupan yang kita rencanakan sudah berlalu sebagai abu. Sudah terbakar, sudah menjadi abu, dan sudah hilang tertiup angin. Tak perlu lagi mencari masa depan yang sudah kita buang, tak perlu lagi mencari kehidupan yang pernah dikecewakan, tak perlu lagi mengharapkan sesuatu yang membuat kita pernah menangis dan tak akan menjadi satu lagi. Kenyataannya, kau memang terlambat sadar dan menjadikan kita satu.


Dan lagu itu terputar, perlahan aku amati lirik perliriknya, hati semakin berdegup kencang karena lagu ini benar-benar menyadarkan… Ternyata kau tak salah. Waktu memang tak salah. Hanya kita yang menjadikan kesalahan itu sebagai acuan ternyata aku dan kamu benar tak bisa bersama. Cintamu memang tak dapat kumiliki. Masih adakahku di hatimu? 
Untitled – Maliq & D’essentials. 

Sabtu, 15 Maret 2014

Mungkin tulisan ini tidak akan pernah pernah kamu baca, karena seingatku kamu sedang marah.

Namun percayalah, itu jauh dari cukup untuk membuat aku menyerah.

Seingat aku, cinta kita ini besar. Lebih tinggi dari selasar. Kita pernah saling melupakan, masing-masing mencoba jalan yang lain, dan berakhir tersasar. Kita, akhirnya saling mengingatkan, mengikuti setitik demi setitik cahaya hati yang menyerupai menara suar.

Seingat aku, sayang kita ini agung. Lebih indah dari lembayung. Kita pernah saling menghilangkan, masing-masing mencari lautan baru untuk dilarung, berakhir terkatung-katung. Kita, akhirnya saling menyelamatkan dari gelap dan dalamnya palung.

Seingat aku, rindu kita ini suci. Lebih murni dari embun pagi. Kita pernah saling membuat luka, masing-masing mencari penawar untuk obati. Kita, akhirnya saling memperjuangkan kembali, selangkah demi selangkah lewati panasnya yang melebihi Kalahari.

Seingat aku, kasih kita ini kuat. Lebih luar biasa dari Angkor Wat. Kita pernah saling meninggalkan, masing-masing mengikuti cahaya yang salah kemudian tersesat. Kita, akhirnya saling menemukan, membebaskan diri dari mereka yang hanya sesaat.

Tentang kita, memang selalu sedahsyat itu.

Kita pernah merajut mimpi-mimpi itu. Mimpi yang dulu pernah sama-sama kita amini, yang bodohnya aku hancurkan sendiri. Namun kini kesempatan itu muncul lagi. Yang aku lakukan pertama kali, adalah mengingat sedigdaya apa cinta ini.

Aku tidak pernah menginginkan asa yang hebat itu dirusak kerikil kecil prasangka, dihancurkan duri remeh dusta, dan digoyahkan sembilu tajam angkara. Bahkan butuh lebih dari maut untuk memisahkan kita.

Percayalah, hati, lebih dari ini pernah kita lalui. Jangan henti di sini.

Kita lebih tangguh dari ini. Ayolah. Aku tahu benar akan hal itu.

Sayang, badai ini akan terus datang. Yang harus kita lakukan bukanlah menunggu badai reda, tapi genggamlah tanganku, mari sama-sama menari lewati hujan.

Untuk A
dengan cinta